Tantangan Swasembada Pangan 2017
Swasembada pangan nasional merupakan program
yang gencar digembar gembor pemerintah saat ini. Dengan target pada tahun 2017
pemerintah Indonesia bisa swasembada pangan. Sebuah upaya yang cukup serius
dari pemerintah ini didukung berbagai lini. Banyak orang yang terlibat di
dalamnya mulai dari unsure TNI, hingga Akademisi. Keterlibatan banyak orang ini
diharapkan mampu mencapai target yang telah ditentukan pemerintah.
Dalam perjalanannya sejak dicanangkan sampai
sekarang tidak semulus sperti yang diharapkan, bahkan menemui beberapa hambatan
yang menggangu. Dimulai dari kekeringan sampai dengan SDM yang berhubungan
langsung dengan program pemerintah ini. Meskipun demikian program ini harus
berjalan dan untuk mengatisipasinya pemerintah pun telah mempersiapkan berbagai
alternatif untuk menanggulangi hambatan-hambatan yang muncul.
Lalu apa saja tantangan yang menjadi hambatan
untuk mencapai swasembada pangan di tahun 2017? Berikut adalah beberapa
tantangan dan hambatan yang bisa penulis sampaikan berdasarkan pendapat
penulis. Berikut beberapa hambatan yang sering ditemui dalam menyongsong
swasembada pangan 2017 diantaranya adalah :
1.
Faktor Alam
Yang menjadi
tantangan pertama adalah factor alam, kenapa ini saya jadikan yang pertama? Karena,
ketika program swasembada pangan mulai di dengungkan oleh pemerintah. Alam sepertinya
kurang bersahabat, seperti perubahan iklim dan cuaca akibat dari badai elnino
dan lamina yang melanda muka bumi. Dengan adanya badai lanino dan elnina iklim
serta cuaca yang berada di wilayah Indonesia mengalami perubahan, seperti terjadinya
kemarau yang panjang. Hal ini tentu saja membuat para petani kelabakan karena
tanaman mengalami kekeringan.
Lalu apa langkah
pemerintah dalam hal ini? Banyak sekali antisipasi yang diambil untuk mengatasi
kekeringan yaitu dengan segera membagikan pompa air. Apakah ini berhasil? Jawabannya
adalah tidak. Kenapa demikian karena sumber airnya pun susah untuk didapatkan. Meskipun
beribu-ribu pompa air dibagikan kalu tidak ada sumber airnya ya percuma saja,
air tidak akan pernah ada.
Pertanyaan mungkin
akan muncul, kenapa susah sumber air padahal Indonesia merupakan Negara Indonesia
beriklim tropis? Jawabannya kembali pada petani itu sendiri. Karena ada oknum
petani yang menginginkan hasil yang banyak akan tetapi tidak mempunyai lahan akhirnya
perambahan hutan yang terjadi. Meskipun tidak semua petani melakukannya akan
tetapi dampak dari kelakukan oknum petani tersebut mengakibatkan sumber air
menjadi berkurang karena banyak pembukaan hutan yang tidak beraturan yang
merusak ekosistem dan sumber air.
2.
Ketersediaan Lahan
Yang menjadi
tantangan kedua adalah ketersedian lahan pertanian, berdasarkan data-data
pertanian, banyak sekali alih fungsi lahan pertanian, dimana lahan sawah di
pusat-pusat pangan banyak beralih fungsi menjadi bangunan ataupun pemukiman. Itu
dari hasil yang terdata bagaimana dengan yang tidak terdata belum lagi alih
fungsi lahan pertanian yang tidak terdapa. Misalkan, seorang petani mempunyai
lahan yang luas. Akan tetapi petani tersebut mempunyai anak yang banyak, mau
tidak mau, sadar tidak sadar akhirnya lahan pertanian beliau akan berubah
menjadi pemukiman apalagi jika petani tersebut mempunyai anak yang telah
berumah tangga. Secara otomatis untuk membangun rumah anaknya petani tersebut
akan menggunakan lahan pertanannya.
Lalu apa solusi
pemerintah? Solusi pemerintah ialah dengan membuka areal tanaman baru. Apakah ini
berhasil? Jawabannya belum berhasil kenapa demikian? Karena dengan membuka
areal lahan baru ini memunculkan masalah baru juga. Contohnya adalah pembukaan
hutan yang tidak bijak oleh oknum petani yang beralasan untuk menambah areal
tanam baru. Alasan petani mungkin ada benarnya namun salah kaprah. Oleh karena
itu sebaiknya kita sebagai petani sebaiknya bijak dalam menggunakan lahan
pertanian kita untuk mendukung swasembada pangan 2017.
3.
Sumberdaya Manusia
Dan yang terakhir
adalah Sumberdaya Manusia, SDM dibidang pertanian boleh dikatakan sangat
sedikit, dimulai dari petaninya sendiri sampai dengan penyuluh pertanian. Melihat
kondisi saat ini, para petani lebih senang anaknya bekerja di pabrik daripada
menjadi petani, hal ini tentu saja menjadi PR dan tantangan bagi pemerintah
untuk meregeneri petanni. Yang selanjutnya adalah SDM penyuluh pertanian, dimana
saat ini para penyuluh pertanian sudah memasuki masa pensiun. Menurut cerita
yang saya dengar sampai sekarang belum atau hanya sedikit tenaga penyuluh yang
diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Hal ini mengakibatkan kurangnya tenaga
penyuluh pertanian yang mana tugasnya merupakan ujung tombak pemerintah dalam
mencapai target swasembada pangan.
Pertanyan lalu
muncul, apakah solusi pemerintah untuk menghadapi masalah ini? Banyak sekali program
pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Seperti dengan mengucurkan dana
bantuan yang sangat besar untuk pertanian, hal ini dimaksudkan untuk merangsang
petani mandiri serta maju dalam malukan usahanya, sehingga merangsang
anak-anaknya untuk menjadi petani juga yang mandiri.
Langkah lain pemerintah
dalam menanggulangi permasalah ini adalah dengan melibatkan TNI, Mahasiswa
serta Akademisi, disisi lain hal ini menjadi angin segar bagi petani dan pemerintah untuk
menanggulangi kurangnya tenaga penyuluh. Namun, timbul masalah lain yaitu
menjadi tumpang tindih tupoksi pekerjaan yang kadang menimbulkan perselisihan. Apabila
kita kurang koordinasi yang baik dan solid akan terjadi gesekan karena berbagai
kepentingan. Jadi sebaiknya para penyuluh, TNI, Mahasiswa serta Akademisi
menjalin kerjasama yang solid untuk mencapai swasembada pangan di tahun 2017.
Mungkin masih banyak lagi tantangan yang
terjadi, dalam menghadapi Swasembada Pangan 2017, namun menurut pandangan penulis
hal di ataslah yang perlu dituntaskan terlebih dahulu. Sehingga masalah lain
yang timbul bisa dengan mudah diatasi.